Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Ibu, Aku Merindumu..


Ibu, aku rindu…
Sebuah cerita dan sebuah rindu dalam hidupku. Inilah hidup, menyusuri labirin yang begitu berliku yang terkadang membuatku lelah. Tapi kala mengingatmu oh Ibu, aku menjadi merasa kembali bergairah. Sebut saja namaku adalah Zahra, lahir dalam golongan keluarga yang cukup mampu yang tinggal di pulau Sulawesi. Segala yang aku mau dapat terpenuhi. Selain itu, aku hidup di lingkungan yang islami karena kakek dan nenekku mempunyai pondok pesantren. Dan seringkali aku bermain ke pondok untuk menuntut ilmu. Aku merupakan gadis biasa yang mempunyai hobi membaca buku dan menggambar. Tak jarang waktu senggang aku gunakan untuk menggambar. Apalagi aku sangat tertarik dalam seni kaligrafi. Aku merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kakakku perempuan bernama Namira. Selisih umur kami hanya terpaut 2 tahun. Hal ini yang terkadang membuat kami sering bertengkar, maklum saja karena kami masih berpikir anak kecil. Pertengkaran anak kecil yang selalu marahan dan diakhiri dengan senyuman. Aku sangat bahagia mempunyai keluarga yang penuh cinta dan dilandasi agama. Membuat hidupku semakin berarti. Tapi cerita mulai berubah kala aku duduk di bangku SMA tepatnya kelas 1. Aku masih ingat sekali kejadian waktu itu dimana ini membuatku sangat terguncang. Puncak gunung Himalaya seakan roboh mengenai tubuhku. Tiada daya upaya hingga aku meneteskan air mata. Kejadian ini terjadi pada hari minggu saat aku, ayah, dan ibu pergi bersama. Saat dalam perjalanan, ayah memutuskan untuk membeli bensin terlebih dahulu di SPBU. Karena banyak yang antri, ibu pun berinisiatif untuk membeli keperluan rumah tangga di seberang jalan sana. Ibu menyuruhku untuk menunggu. Saat itu, ya, saat itu, ibu membelai wajahku dan mengusap lembut tubuhku. Dadaku menjadi gemetar lalu kaki tanganku mendingin seperti merasakan es di dalam kulkas. Entah mengapa, aku jarang sekali merasakan perasaan ini. Ada sesuatu untuk mencegah niat ibu. Tanganku menggenggam erat tangan beliau namun beliau memastikan semua akan baik-baik saja. Saat ayah sudah mendapat giliran untuk mengisi kendaraan, dari kejauhan aku melihat ibu. Aku lumuri wajahku dengan sebuah senyuman untuk menyambut beliau dating kepadaku. Perlahan, ibu mulai menyeberang jalan, dengan hati-hati dan sangat waspada. Namun, apa yang terjadi, nasib berkata lain. Dari kejauhan, aku melihat motor yang melaju sangat kencang. Aku terpaku dan melemas tak berdaya. Seakan tulang ini tak mampu menopang berat badanku. Dengan mata kepalaku sendiri, aku menyaksikan ibuku tertabrak motor diselingi suara tumbukan yang sangat keras. Sehingga membuatku histeris dan berlari kea rah beliau. Ayah pun ikut kaget. Aku sandarkan kepala ibuku di pangkuanku dengan linangan air mata. Tak tega melihat beliau seperti ini. Hatiku berkecamuk dan semakin hancur kala tubuh ibu berlumuran darah dan dari telinga beliau keluar darah. Aku semakin tak karuan dan akhirnya ibu di bawa ke Rumah Sakit. Saat koma pun, aku hanya mampu menatap wajahnya. Wajah yang terkadang membuatku rindu saat aku jauh darinya. Senyum yang selalu aku dapatkan meskipun aku selalu bertingkah nakal. Bahkan tangannya pun tak mampu menggenggam erat tanganku lalu memeluk tubuhku. Jangankan untuk menggenggam, melihatku saja beliau tidak mampu. Ibu tak sadarkan diri di rumah sakit selama 3 hari. Selama 3 hari itu pula aku merasa berabad-abad tanpa ibu. Merindukan suaranya bahkan tatapan matanya yang sangat teduh seteduh awan. Ibu yang selalu mengusap air mataku saat aku menangis dan sedikitpun tanpa banyak bertanya langsung memelukku dan menasihatiku. Pelukan hangat yang tak aku dapatkan karena beliau sedang tak berdaya. Ibu, aku disini, menemanimu, 3 hari sudah aku tidak masuk sekolah hanya untuk menjaga dan melihatmu. Ibu, tahukah kau, selera makanku menjadi hilang karenamu. Aku merasakan apa yang ibu rasakan. Ibu, aku berjanji, jika kau sembuh nanti aku tak akan membuatmu kecewa kembali. Dan tahukah kau bu, setiap doaku terselip namamu dimana aku selalu ingin disampingmu. Jika habis masa remajaku nanti, aku ingin ibu tersenyum melihatku menikah dengan seorang ikhwan yang menyayangiku. Aku juga akan berjanji, tidak akan meresahkanmu karena selalu bertengkar dengan kakak. Akan tetapi, semua berkata lain, 3 hari koma di rumah sakit. Ibuku menghembuskan napas terakhir disana. Aku pun melemas dalam hitungan detik mundur. Laksana anak bebek yang tersesat di kandang gajah. Saat itu, kakakku menenangkanku dan mengusap air mataku. Aku yang melihat kejadian ibu tertabrak, aku juga yang ikut menunggu dan pada akhirnya mengantarkan ke tempat peristirahatan yang terakhir kalinya. Satu tahun kematian ibuku telah berlalu, yang membuatku menjadi sangat shock lagi adalah saat ayah meminta ijin padaku dan kakak untuk menikah lagi. Beliau ingin menikahi sahabat ibuku. Tahukah kau kawan, luka lama masih basah. Dan kini, mau tak mau, aku pun menyaksikan peristiwa pernikahan ayahku sendiri. Dimana nanti beliau hidup dengan yang lain. Ibu, andai kau ada disini menemaniku dan menguatkanku. Tak kuasa saat ayah mengucap janji suci ijab qobul di hadapanku dan kakak. Aku melemas dan perlahan aku menitikkan air mata. Seusai acara penikahan, aku pergi ke kuburan ibu. Menangis disana merindukan beliau. Beberapa tahun kemudian, aku juga yang menyaksikan ibu baruku melahirkan anak pertama dari pernikahannya dengan ayahku. Saat itu pula aku harus merelakan kakakku Namira pergi merantau ke Yogyakarta demi menuntut ilmu. Kakak yang selalu ada untuk aku dan menyemangatiku kala ibu telah tiada. Berat rasanya menerima semua ini. Dalam sendiriku, aku menangis dan menutup mataku sejenak. Menghirupi udara dan merasakan keberadaan ibu. Saat lulus SMA pun tiba, aku memutuskan untuk melanjutkan kuliahku di Yogyakarta agar aku dapat dekat dengan kakakku. Orang yang satu-satunya aku punyai dalam hidupku. Saudara kandungku dan kami selalu berpikir dewasa dalam menghadapi masalah. Duhai ibu, dalam malamku yang semakin panjang. Aku merindukanmu, dengarkan bisikanku ibu. Aku ingin ibu disini untuk mengusap lembut dadaku dan membuatku untuk bertahan dalam berbagai masalah. Aku yang melihat ibu tertabrak, memelukmu saat berlumuran darah, yang menunggu saat koma di RS, aku pula yang mengantarmu ke tempat terakhir, aku juga yang melihat ayah menikah dengan sahabatmu, aku pula yang melihat ibu baruku melahirkan. Semuanya lengkap mewarnai hidupku. Tahukah kau bu, aku merindukanmu lebih dari yang kau tahu. Saat sepertiga malam, aku kirimkan doa untukmu, nanti jika habis usiaku, aku ingin kita kembali berkumpul. Dan yang aku inginkan merasakan kehangatan pelukanmu. Mendekap erat tubuhmu dan tak ingin kau pergi lagi. Ibu, aku merindukanmu, sungguh, dalam setiap selipan doaku terselip pula namamu. Betapa beratinya kau dalam hidupku. Aku rindu bu…. Sungguh rindu yang menusuk dadaku. Rindu yang menggerogoti langit-langit hatiku. Maafkan anakmu di detik terakhir kepergianmu yang belum mampu membuatmu bangga sepenuhnya. Aku titipkan rangkaian syahdu dan sejuta rindu padamu. Aku rindu padamu, bu.

(Terima kasih untuk seseorang disana yang telah menginspirasiku untuk menulis cerita ini, orang yang selalu tegar dalam menjalani hidup dan selalu tersenyum saat aku di dekatnya. Terima kasih telah memberi pelajaran berarti. Semoga kau selalu senantiasa diberi kelimpahan kesabaran dan keistiqomahan. Amin. Ditulis oleh : Erlita Sari pada tanggal 29 April. Semoga kita mampu mencintai ibu kita, menjaganya dan membuatnya bangga karena telah mempunyai kita sebagai anaknya).

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Wahai Pemilik Nyawa dan Hati

Ya Rabb, yang Maha Penyayang diantara Para Penyayang. Bagi-Mu segala puji sebagaimana ketinggian wajah-Mu dan kekuasan-Mu. Hati ini sedang dilayapi haru biru, mengalami segala kerapuhan. Biarlah hati ini bersandar pada-Mu dan jangan biarkan ia lalai daripada-Mu. Dengan rahmat dan cinta-Mu, satukan ia menuju fitrah-Mu. Segala yang dirasa, penat lelah,cinta dan bahagia ingin hamba sandarkan pada-Mu. Meski hati ini kesepian dari hiruk pikuk dan keramaian dunia, tapi tak ingin ia kesepian karena jauh daripada-Mu. Hamba ingin secercah cahaya-Mu yang menyinari langkah ini. Meluruskan segala niat untuk menuju kebaikan dan cinta. Cinta yang indah dimana cinta diatas cinta, hanya hamba dan Engkau ya Rabb. Biarkan kecintaan ini menyelimuti hati, karena ia tak dapat lari daripadanya dan semua berat beban dipikulnya. Biarkan setiap rongga dada yang terisi ini hanya terisi napas-napas cinta-Mu. Dan setiap aliran darah ini, terisi darah-darah yang mengalirkan semangat cinta untuk menuju maghfirah-Mu. Biarkan bibir yang gemetar ini terisi lafadz-lafadz cinta-Mu yang suci nan sulit hamba rangkai dengan sebuah kalimat yang menawan nan suci. Sesuci rintihan di malam hari, dimana ditemani tetesan air dari mata yang penuh dosa. Dan tangan-tangan ini, yang banyak melakukan perbuatan hina dina, ingin menengadahkan limpahan maghfirah-Mu, mengemis kasih pada-Mu. Ingin lebih dekat dan ingin lebih mencintai-Mu. Cinta yang sebenar-benar cinta. Yang hanya akan mendekatkanku lebih dekat. Lebih dekat dari urat leher dan hanya Engkau yang aku miliki ya Rabb. Biarkan hatiku ini bersimpul padu menuju rahmat-Mu. Walau kadang hati ini gelisah, tapi mungkin hamba banyak salah dan atau mungkin terlalu sering tersesat dalam dosa. Dosa yang membuatku semakin dhaif dan kadang melupakan-Mu. Dan terlalu sering hamba melupakan-Mu meski tak sedetik pun Engkau melupakanku dan tak luput nikmat yang Kau beri padaku. Tak mampu hamba hitung satu per satu nikmat yang Engkau beri. Terlalu pemurah Engkau ya Rabb meski hamba ini terlalu banyak dosa tapi Kau selalu terjaga untuk mencintaiku dan memberi maghfirah-Mu. Hamba termasuk manusia yang selalu saja begini dan begini, stagnansi. Dan cukup hanya aku dan Kau yang tahu tentang hati-hati ini ya Rabb. Hanya Kau tempat bersandar segala asa dan rasa. Tiada tempat untuk aku berlari sejauh mungkin. Dan biarkan kening ini menyentuh bumi-Mu untuk bersujud dan merasakan indahnya cinta-Mu, hanya cinta-Mu. Biarkan hamba hidup dengan napas yang baru dimana napas itu menyimpan sebuah kedamaian menuju cinta dan kasih sayang-Mu. Terlalu letih untuk hamba berharap pada orang lain.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Hanya Menulis

Bismilah... Ijinkanku kabur dari sesuatu yang jarang dirasa.. Sekejap saja melepaskan penat utk bersandar dalam mahabbah-Mu. Biarlah tiap ikatan bersimpul padu menuju jalan suci nan indah. Ijinkanlah tuk mengeluh sebentar saja. Karena hati ini, aku telah memberikan beban utk ditanggungnya. Terkadang ia melemas & rapuh dalam hitungan detik mundur. Jangan biarkan napas2 keharuan menggerogoti jiwa yg sebelumnya telah rapuh.. Aku takut rapuh ini mampu merapuhkan diriku. Ijinkan sekejap saja mereduksi senyawa2 yg penuh hypochondria ini. Ijinkanku tuk menangis di hadapan-Mu dimana diri ini memang dhoif yg benar2 butuh maghfiroh & haus akan cinta-Mu. Biarlah berkontraksi menerima impuls tuk membangun lagi pondasi bangunan semangat yg sebelumnya roboh. Duhai hati,jangan buatku makin tak karuan. Kau bagian prioritas dalam hidup. Duhai firasat sepi yg tak tertahankan,jangan berlama2 kau melayapi... Innalloha ma ana.. Duhai napas haru biru, terima kasih akan hadirmu.. Karenamu,aku mampu mengerti akan makna sebuah senyuman. Hidup yg bewarna akan memberikan sebuah pengalaman yg menarik & sangat esensial. Biarlah tiap detik dinikmati & disyukuri. Menjalani berbagai warna hidup dg cara yg indah. Semoga makin dewasa.. Terima kasih cobaan. Karenamu, aku mampu bertahan & dapat berdiri dg tegar. Setegar batu karang yg dihempas ombak bertubi2.. Biarlah napas2 yg kuhirupi mampu memberiku tiap pelajaran yg indah.. Tak tertahankan... =)

[hanya menulis ... 6 maret 2011]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS